Sabtu, 02 November 2019

Cerita Sex Menggairahkan | Memek Tanteku yang Indah

Cerita Sex Menggairahkan Usai mandi hari hampir gelap. Di ruangan keluarga Tante sedang duduk di sofa tonton TV sendiri.

Memek Tanteku yang Indah
“Senamnya dimana Tante ?” Saya coba buka pembicaraan. Saya membulatkan tekad duduk di sofa yang sama samping kanannya.
“Dekat, di Tebet Timur Dalam”. Malam hari ini Tante kenakan daster pendek tidak berlengan, ada kancing-kancing di tengahnya, dari atas ke bawah.
“Tumben, kamu tidur siang”
“Iya Tante, barusan main voli di situ” jawabku terampil.
“Kamu senang main voli ?”

“Di Kampung saya seringkali olah-raga Tante” Saya mulai berani memandangnya langsung, dari dekat . Ih, pundak serta lengan atasnya putih sekali!
“Pantesan badanmu bagus” Juga senang saya dipuji Tanteku yang rupawan ini.
“Ah, Jika ini mungkin saya dari kecil usaha keras di kebun, Tante” Wow, buah putih itu melihat antara kancing pertama serta ke-2 ditengah-tengah dasternya. Ada yang bergerak di celanaku.

“Kerja apa di kebun ?”
“Mengolah tanah, menanam, memupuk, panen” Buah dada itu rasa-rasanya ingin meledak keluar.
“Apa saja yang kamu tanam ?” tanyanya sekalian mengubah tempat duduknya, menyilangkan samping kakinya.
Kancing paling akhir daster itu telah lepas. Waktu samping pahanya naiki pahanya lainnya, ujung kain daster itu tidak “ikut”, jadi 70 persen paha Tante tersuguh di muka mataku. Putih licin. Tadi bergerak di celanaku, berangsur jadi membesar.
“Macam-macam bergantung musimnya, Tante. Kentang, jagung, tomat” Nyaris saya diketahui mataku memelototi pahanya.

“Kalau kamu ingin makan, lebih dulu aja”
“Nanti saja Tante, nunggu Oom” Saya memanglah belum lapar. Adikku kemungkinan yang “lapar”
“Oom barusan nelepon ada acara makan malam sama tamu dari Singapur, pulangnya malam”
“Saya belum lapar” jawabku agar saya tidak kehilangan peristiwa yang bagus ini.
“Kamu kerasan di sini ?” Dia membungkuk memijit-mijit kakinya. Betisnya itu…
“Kerasan sekali, Tante. Hanya saya banyaknya waktu luang Tante, biasa kerja di kampung, sich. Jika ada yang dapat saya membantu Tante, saya siap”
“Ya, kamu lakukan dahulu di sini, kelak Tante kasih tugas”
“Kenapa kakinya Tante ?” Sebatas ada fakta bikin nikmati betisnya.
“Pegel, barusan senamnya habis-habisan”

Antara kancing daster yang satu dengan kancing yang lain ada “celah”. Ada yang sempit, ada yang lebar, ada yang tertutup. Sela pertama, lebar sebab busungan dadanya, menyuguhkan sisi kanan atas buah dada kiri.
Sela ke-2 menunjukkan kutang sisi bawah. Sela ke-3 rapat, sela ke empat tidak demikian lebar, ada perutnya. Sela selanjutnya meskipun sempit tetapi cukup membuatku tahu jika celana dalam Tante warna merah jambu. Ke bawah sedikit ada paha atas serta paling akhir, ya yang kancingnya terlepas barusan.

“Mau membantu Tante saat ini ?”
“Kapan saja saya siap”
“Betul ?”
“Kewajiban saya, Tante. Waktu menumpang di sini engga kerja apa-apa”
“Pijit kaki Tante, ingin ?”
Hah ? Saya tidak menduga dikasih pekerjaan mendebarkan ini
“Biasanya sama Si Mar, tetapi ia engga ada”
“Tapi saya engga dapat mijit Tante, hanya sekali saya pernah mijit kaki rekan yang keseleo sebab main bola” Saya mengharap dia jangan menggagalkan perintahnya.

“Engga apa-apa. Tante mengambil bantal dulu” Goyang pinggulnya itu…
Saat ini dia tengkurap di karpet. Hatiku bersorak. Saya dari mulai pergelangan kaki kirinya. Aah, halusnya kulit itu. Hampir semua badan Tante pernah kulihat, tetapi baru berikut saya rasakan mulus kulitnya. Mataku ke betis yang lain memperhatikan bulu-bulu halus.
“Begini Tante, kurang keras engga ?”
“Cukup begitu saja, enak kok”

Tangan memijit, mata jelalatan. Lekukan pantat itu bundar menjulang, sampai di pinggang turun menukik, di punggung mendaki . Indah. Kakinya sedikit buka, sangat mungkin mataku menerobos ke sela pahanya. Tanganku geser ke betis kanannya saya menggeser dudukku ke tengah, serta..terobosan mataku ke sela paha sampai ke celana dalam merah jambu itu. Huuuh, saat ini saya benar-benar keras.
“Aah” teriaknya perlahan saat tanganku menjamah ke belakang lututnya.
“Maaf Tante”
“Engga apa-apa. Jangan disana, sakit. Ke atas saja”

Ke Atas ? Bermakna ke pahanya ? Apa tidak salah nih ? Jelas kok, perintahnya. Akupun ke paha belakangnya.
Ampuuun, halusnya paha itu. Kulit Tante memang spesial. Jika ada lalat hinggap di paha itu, mungkin tergelincir sebab licin!

Saya mulai tidak tenang. Nafas mulai tersengal, entahlah sebab mijit atau terangsang, atau keduanya. Saya tidak cuma memijit, kadang mengelusnya, habis tidak tahan. Tetapi Tante diam saja.
Ke-2 paha yang di luar, yang tidak tertutup daster usai kupijit. Entahlah sebab saya telah “tinggi” atau saya mulai nakal, tanganku terus ke atas menerobos dasternya.
“Eeeh” desahnya perlahan. Cuma mendesah, tidak protes!

Ke-2 tanganku berada di paha kirinya terus memijit. Kenyal, padat. Pinggir dasternya dengan sendirinya terangkat sebab pergerakan pijitanku. Sekarang semua paha kirinya terbuka jelas, serta beberapa pantatnya yang membumbung itu terlihat. Geser ke paha kanan saya tidak ragu-ragu membuka dasternya.

“Enak To, kamu pandai memijit”
Saya nyaris memberi komentar :”Paha Tante indah sekali”. Untung saya masih dapat meredam diri. Terus memijit, sesekali mengelus.
“Ke atas To” suaranya jadi serak.

Ini yang kuimpikan! Telah lama saya ingin meremas pantat yang mencolok indah ke belakang itu, sekarang saya diminta memijitnya! Dengan suka hati Tante!
Saya benar-benar meremas ke-2 gundukan itu, bukan memijit, di luar daster tentu saja. Dengan gemas justru! Keras serta padat.

Ah, Tante. Tante tidak paham dengan ini malah menyiksa saya! kataku dalam hati. Rasa-rasanya saya ingin menubruk, menindihkan kelaminku yang keras ini ke dua gundukan itu. Tentu lebih nikmat dibanding saat memeluk badan mbak Mar dari belakang.
“Ih, geli To. Sudah ah, jangan disana terus” katanya menggelinjang kegelian. Baru saja saya memang meremas tepi pinggulnya, dengan menyengaja!

“Cape, To ?” tanyanya .
“Sama sekali engga, Tante” jawabku cepat, cemas waktu menyenangkan ini selesai.
“Bener nih ? Jika masih ingin terus, saat ini punggung, ya ?”. Aha, “daerah jamahan” baru!
Bahunya kanan serta kiri kupencet.
“Eeh” desahnya perlahan.

Turun ke seputar ke-2 tulang belikat. Kembali lagi melenguh. Daster tidak berlengan ini memperlihatkan keteknya yang licin tidak berbulu. Rajin bercukur, mungkin. Ah, dibawah ketek itu ada tepian buah putih. Dada busungnya tertekan, jadi buah itu “terbuang” ke samping. Nakalku kumat. Saat bekerja dibawah belikat, tanganku bergerak ke samping.
Jari-jariku sentuh “tumpahan” buah itu. Tidak langsung sich, masih ada susunan kain daster serta kutang, tetapi kenyalnya buah itu rasanya. Punggungnya sedikit berguncang, saya semakin terangsang.

e bawah , saya mencari pinggangnya.
“Cukup, To..” Ke-2 tangannya lurus ke atas. Dia tengkurap keseluruhan. Nafasnya terengah-engah.
“Depannya Tante ?” usulku nakal. Lancang benar kau To. Tante sampai melihat melihatku, terkejut mungkin atas usulku yang berani itu.
“Kaki depannya ‘kan belum Tante” saya secepatnya meralat usulku. Takut dikiranya saya ingin memijit “depannya punggung” yang berarti buah dada!

“Boleh saja jika kamu engga cape”. Ya jelas engga dong! Tante kembali terlentang. Sesaat saya sempat tangkap guncangan dadanya saat dia kembali. Wow! Guncangan barusan tunjukkan “eksistensi” kemolekkan buah dadanya! Aduuh, bagaimana saya dapat bertahan nih ?
Badan molek terlentang dekat di depanku. Dia cepat menarik dasternya ke bawah, jadi reaksi atas mataku yang memandang ujung celana dalamnya yang mendadak terbuka, sebab pergerakan kembali barusan. Silahkan ditutup saja Tante, toh saya sudah mengetahui apa yang ada dibaliknya, rambut-rambut halus cukup lurus, hitam, mengkilat, serta lebat.

juga saya masih dapat nikmati “sisanya”: sepasang paha serta kaki indah! Saya mulai memijit tulang keringnya. Singkat saja sebab saya ingin secepatnya sampai ke atas, ke paha.
Lutut saya lompati, takut jika dia kesakitan, langsung ke atas lutut, kuremas dengan gemas.
“Iih, geli”. Saya tidak perduli, terus meremas. Paha usai, untuk sampai paha atas saya ragu-ragu, disingkap atau jangan. Singkap ? Jangan! Ada akal, diurut saja. Dari mulai lutut tanganku mengurut ke atas, menerobos daster sampai pangkal paha.

“Aaaah, Tooo ….” Agar saja. Kulihat mukanya, matanya terpejam. Saya semakin bebas.
Dengan sendirinya pinggir daster itu terangkat sebab tergerak tanganku. Samar-samar ada bayangan hitam di celana dalam tipis itu. Jelas rambut-rambut itu. Ke bawah , urut ke atas. Aaah . Dengan ini, boleh-boleh saja jika jempol tanganku sentuh selangkangannya.

Kelihatannya basah disana. Ah masak. Coba ulangilah untuk memberikan keyakinan. Urut . Ya, benar, basah! Mengapa basah ? Ngompol ? Saya tidak pahami.
“To …” panggilnya mendadak. Saya memandangnya, ke-2 tanganku berhenti di pangkal pahanya. Matanya sayu melawan mataku, nafasnya mengincar, dadanya turun-naik.
“Ya, Tante” tiba-tiba suaraku serak. Ia tidak menyahut, matanya masih memandangiku, 1/2 tertutup. Ada apakah nih ? Apa Tante ….. ? Ah, tidak mungkin. Jika Tante terrangsang, mungkin, tetapi jika ajak ? Jangan begitu mengharap, To!
Saya melanjutkan pekerjaanku. Sekarang tidak memijit , tetapi mencari lengkungan pinggulnya yang indah itu, membelai. Habis tidak tahan.

“Uuuuh” desahnya menyikapi kenakalanku. Kelewatan saya saat ini, ke-2 tanganku berada di balik dasternya, mengelus ikuti lengkungan samping pinggul.
“Too …. ” panggilnya . Kulepas tanganku, kudekati mukanya dengan merayap di atas tubuhnya bertopang pada ke-2 lutut serta telapak tanganku, tidak menindihnya.
“Ada apa, Tante” panggilku mesra. Mukaku telah dekat sama mukanya.
Matanya selanjutnya terpejam, mulut 1/2 terbuka. Ini sich ajakan. Saya nekat, telah kepalang, kucium bibir Tante perlahan-lahan.

“Ehhmmmm” Tante tidak menampik, serta menyongsong ciumanku. Tangan kirinya memeluk punggungku serta tangan kanannya di belakang kepalaku. Nafasnya terdengar mengincar. Saya tidak bertopang pada lututku, tubuhku menindih tubuhnya.
Mendesak. Dia buka kakinya. Saya menggeser tubuhku hingga pas antara pahanya yang barusan dia membuka. Kelaminku yang keras pas menindih selangkangannya. Kutekan. Enaknya!

“Ehhhmmmmmm” reaksinya atas aksiku.
Kami sama-sama bermain lidah. Sedapnya!
Saya terengah-engah.
Ia tersengal-sengal.
Tangan kananku meremas dada kirinya. Besar, padat, serta kenyal! Ooooohhhh, saya melayang-layang.
He!, ini Tantemu, isteri Oommu!
Iya, benar. Memangnya mengapa.
Kenapa kamu cium, kamu remas dadanya.
Habis enak, serta dia tidak menampik.

BACA JUGA :  Ngentot dengan mak lela

Dua kancing dasternya sudah kulepas, tanganku menyelinap ke balik kutangnya.
Tidak hanya besar, padat, serta kenyal, nyatanya halus serta hangat!
Mendadak Tante melepas ciumanku.
“Jangan di sini, To” tuturnya terputus-putus oleh nafasnya.
Tanpa ada menjawab saya mengusung tubuhnya, kubopong dia ke kamarnya. “Uuuuuhhh” lenguhnya .
“Ke kamarmu saja”
Sebelum sampai ke dipanku, Tante meminta turun. Berdiri di samping dipan. Saya memeluknya, ia meredam dadaku.
“Kunci dahulu pintunya” Okey, beres.

Kulepas semua kancingnya, dasternya jatuh ke lantai. Tinggal kutang serta celana dalam. Buah dada itu terasanya ingin meledak menekan kutangnya!
Kupeluk ia. Dadanya merapat di dadaku.
“Tooo, hhehhhhhhh” tuturnya gemas seperti meredam suatu hal.
Kami berciuman . Main lidah .
Tangannya menyelinap ke celanaku, meremas-remas kelaminku dibalik celana.
“Eehhmmmmmm” dengusnya.

Dengan kesusahan dia buka ikat pinggangku, buka resleting celanaku, merogoh celana dalamku, serta keluarkan “isinya”
“Eehhh” Dia melepas ciuman, lihat ke bawah.
“Ada apa Tante” Tanyaku disela-sela dengus nafasku.
“Besar sekali
Dia mendustai penisku. Memegang, meremas.
Geli, geliii sekali.
Stop Tante, jangan pernah keluar. Saya ingin pengalaman baru, Tante. Ingin masuk kelaminmu..saat ini!

Kutarik tangannya dari penisku. Untung Tante menurut. Saya tidak jadi “keluar”
Kulepas tali kutangnya, tetapi yang belakang sulit dilepaskan. Tante menolong. Buah dada itu terbuka. Wow.mengagumkan indahnya. Belum saya menikmat buah itu, Tante memelukku. Mendapatkan tangan kananku, dituntunnya menyelip ke celana dalamnya. Di bawah rambut-rambut itu berasa basah. Diajarinya saya bagaimana jariku harus bermain disana : menggesek-gesek di antara tonjolan serta pintu basah itu.
“Uuuuuuhhhhhh, Tooo..”

Dilepasnya bajuku, singletku, celanaku luar dalam. Saya telanjang bundar. Kutarik celana dalamnya. Dia telanjang bundar juga. Mengagumkan. Pinggang itu ramping, perut itu rata, ke bawah melebar lengkungannya indah. Rambut-rambut halus itu menggemaskan, dijepit oleh sepasang paha yang hampir bundar. Semuanya dibalut kulit yang putih serta mulusnya bukan main!.
Ditariknya saya ke dipan. Dia merebahkan diri. Kakinya ditekuk lalu dibuka lebar. Digenggamnya kelaminku, ditariknya, ditempelkannya di selangkangan. Rasa-rasanya begitu ke bawah. Ah, ia ‘kan yang lebih tahu. Saya nurut saja. Tangannya geser ke pantatku. Ditariknya saya mendekat tubuhnya. Suatu hal yang hangat berasa di ujung penisku.

Tangannya menggenggam penisku . Belum masuk nyatanya. Disapu-sapukannya kepala penisku di pintu itu. Sesaat dia menggoyang pantatnya. Geliii, Tante. Saya manut saja seperti kerbau dicucuk hidung. Memanglah belum pengalaman! Didorongnya pantatku. Meleset!
Pernah kupikir waktu pertama-tama saya lihat kelamin Tante kemarin, mana cukup lubang sesempit itu memuat kelaminku yang tegang ?
Tante buka pahanya lebih lebar , mengarahkan penisku , serta saya saat ini yang menggerakkan. Kepalanya telah separoh terbenam, tetapi macet!

“Kelaminmu besar, sich!”keluhnya. Walau sebenarnya baru saja dia mengaguminya.
Dia menggoyang pantatnya dan…bless. Masuk separoh.
“Aaaaahhh” teriak kami bersamaan. Berasa ada suatu hal yang menjepit penisku, hangat, enak!
Pantatnya bergoyang , tumitnya menggerakkan pantatku.
Blesss..masuk . Semakin hangat, semakin enak, serta geli.
Goyang , saya dorong saat ini. Masuk semua.

Seedaaaaaaaaap!
Tante bergoyang.
Nikmaaaaaaaat!
Tante menjepit.
Geliiiiiiiiiiiiiiii!
Kutarik perlahan. Berasa gesekan, enak. Ya, digesek ini enak. Tarik sedikit , serta kudorong .
“Idiiiiiiiiiiih, sedaaaaapp Too” Tante berteriak, cukup keras.
Geli di ujung sana. Tariik, dorooong
Semakin geli..
Geli sekali…
Tidak tahaaaaaann…
“Tahan dahulu, To”


Tidak mungkin, telah geli sekali.kemarin. .
Saya membumbung, melayang-layang, melepas..
“Aaaaaahhhhhhh” teriakku. Enaknya sampai ke ubun-ubun.
Mengejang, melepas , berdenyut, enak, melepas , sangat nikmat..!
“Genjot , To” teriaknya
Mana dapat.
“Ayo, To”
Saya telah usai!
Tante masih menggoyang
Saya turut saja, pasif
“Tooooo, ..”

Tante resah, goyangnya tidak kubalas. Saya telah usai!
“Eeeeeeeeehh” keluhnya, kelihatannya sedih.
Bergerak tidak karuan, menendang, menggeliat, resah..
Penisku mulai alami penurunan, di sana.
Tante berangsur diam, lalu benar-benar diam, sedih.
Tinggal saya yang bingung.

Beberapa waktu waktu lalu saya alami momen yang mengagumkan, yang baru kesempatan ini saya lakukan. Baru kesempatan ini juga saya rasakan kesenangan yang mengagumkan. Kesenangan terkait kelamin.
Enaknya sulit dilukiskan.
Jalinan kelamin di antara pria yang mulai mencapai dewasa dengan wanita dewasa muda.
Saling diharapkan oleh keduanya.
Keduanya yang mengawali.

Berdua juga yang meneruskan, keterusan dan…kepuasan.
Kenikmatan ? Saya memang senang sekali, tetapi Tante ?
Itu permasalahannya saat ini.
Saya tangkap muka sedih pada Tante.
Perilakunya yang resah mengisyaratkan itu.
Saya jadi merasakan bersalah. Saya egois.
Saya memperoleh kesenangan mengagumkan sesaat saya tidak dapat memuaskan pada “lawan mainku”, Tante Yani.

Kelihatan barusan, dia ingin terus sesaat saya telah usai.
Saya bingung bagaimana menangani kebisuan ini.
Saya masih menindih tubuhnya. Penisku masih di.
Buah dadanya masih berasa kencang mengganjal dadaku.
Pandangannya lurus ke atas lihat plafon.
Saya harus mengambil ide.

Kucium pipinya mesra, penuh perasaan.
“Maafkan saya, Tante”
Tante melihat, tersenyum serta balas mencium pipiku.
Sesaat saya cukup lega, Tante tidak geram.
“Kamu engga butuh meminta maaf, To”
“Harus Tante, saya barusan sangat nikmat, sebaliknya Tante belum rasakan. Saya engga dapat, Tante. Saya belum pengalaman Tante. Baru kesempatan ini saya lakukan itu”
“Betul ? Baru pertama kamu lakukan ?”
“Sungguh Tante”

“Engga apa-apa, To. Tante dapat pahami. Kamu bukanlah tidak dapat. Karena hanya belum biasa saja. Syukurlah jika kamu barusan dapat menikmati”
“Nikmaaat sekali, Tante”
Tante diam , mengelus-elus punggungku. Nyaman sekali saya semacam ini.
“To ” panggilnya.
“Ya, Tante”
“Ini rahasia kita berdua saja ya ? Tante meminta kamu jangan sebutkan ini pada siapapun”
“Tentu Tante, semula sayapun ingin katakan begitu” Mendadak saya ingat suatu hal. Tiba-tiba saya jadi kuatir.

“Tante ”
“Hhmm”
“Gimana jika Tante kelak ..” Saya tidak berani melanjutkan.
“Nanti apa ?”
“Akibat tindakan barusan, lalu Tante ..”
“Hamil ?” potongnya.
“Ya ”
“Engga perlu kamu pikirkan. Tante telah jaga-jaga”
“Saya engga pahami Tante”
“To, lain barangkali ya Tante jelasin. Saat ini Tante harus mandi, Oommu ‘kan sesaat datang”

Ah, celaka. Sampai lupa waktu. Saya bangun akan mencabut.
“Pelan-pelan To” tuturnya sekalian menyeringai, lalu matanya terpejam
“Eeeeeehhh” desahnya hampir tidak terdengar, saat saya mencabut kelaminku.
Kubantu dia kenakan kutangnya. Buah dada itu belum saya nikmati. Lain waktu tentu!
“Tante ” saya menyebut saat dia telah rapi kembali.
Kupeluk dia erat sekali, kubisikkan di dekat kupingnya
“Terima kasih, Tante” lalu kucium pipinya.

“Ya ” jawabnya singkat.
“Sana mandi, bersihkan yang bersih niih” tuturnya sekalian memegang penisku waktu katakan ‘niih’

Ooohhh, enaknya ini hari saya.
Malam hari ini pertama-tama saya ciuman dengan nikmat, pacaran sampai “keterusan”. Pertama-tama penisku masuk kelamin wanita. Pertama-tama saya menumpahkan “air” ku ke pada tubuh wanita, tidak ke perut atau ke lantai.
Lebih spesial , wanita itu ialah Tante Yani.
Wanita dengan badan yang mengagumkan.

Memiliki bentuk, potongannya, halusnya, padatnya, putihnya, bulunya…..
Walau sebenarnya wanita itu telah 26 tahun, sepuluh tahun di atas usiaku. Tetapi lebih padat dari Si Ani yang 17 tahun, lebih manis dari Si Yuli yang sepantaranku, lebih indah dari Si Rika yang seumurku.
Yang masih mengganjal, wanita itu Tanteku, isteri Oom Ton. Ya, saya meniduri isteri Oomku! Saya memperoleh pengalaman baru dari isterinya! Saya mendapatkan kesenangan dari meniduri isterinya. Isteri orang yang mengongkosi sekolahku, yang memberikan makan serta rumah!
Begitu jahatnya saya. Begitu kurangajarnya saya.

Saya saat ini jadi pengkhianat!
Mengkhianati adik misan ayahku!
Tetapi, salah jika semua kekeliruan ditimpakan kepadaku.
Siapa yang memerintah memijat ?
Okey, semestinya memijat saja, mengapa gunakan mengelus ?
Gunakan meremas pantat ? Habis, siapa yang tahan ? Saya masih 16 tahun, masih muda, tetapi telah masak dengan seksual, gampang terrangsang.

Tante sendiri, mengapa tidak menampik ? Bisa dia menempelengku saat saya ingin mencium bibirnya di karpet itu. Bisa dia menampik waktu saya membopongnya ke kamarku. Serta saya, bisa memberontak waktu dia merogoh celana dalamku, waktu dia memegang kelaminku serta ditempatkan ke kelaminnya….
Kesimpulannya : salah kami berdua!
Tetapi, saya ingin mengulang ……….!

Paginya, kami sarapan bertiga, Saya, Oom, serta Tante. Saya jadi tidak berani memandang mata Oom waktu kami bicara. Mungkin sebab ada perasaan bersalah. Sedang Tante, biasa saja. Sikapnya kepadaku lumrah, seakan tidak berlangsung apa-apa. Tidak ada perbincangan penting waktu makan.

Tante bangun tuangkan minuman bikin Oom. Kupandangi tubuhnya. Saya jadi ingat momen tadi malam. Rasa-rasanya saya tidak yakin, badan yang berada di depanku ini, yang saat ini tertutup rapat, pernah saya tiduri. Saya ngaceng ..
Sulit sekali saya berkonsentrasi terima pelajaran ini hari. Pikiranku ke rumah terus, ke Tante. Bagaimana dia “menuntunku” masuk. Bagaimana saya mulai belajar “menggesek”, terus keenakkan. Saya ingin lagi…!

Tante bagaimana ya, apa dia ingin ? Saya meragukannya, mengingat tadi malam dia tidak senang. Jangan-jangan dia kapok. Barusan pagi sikapnya biasa saja. Harusnya sedikit lebih mesra kepadaku. Memangnya kamu ini siapa.
Lebih baik demikian, lumrah saja, ‘kan ada suaminya.

BACA JUGA :  Ngentot Dengan Kakak Kandungku

Dua hari selanjutnya saat saya pulang sekolah, kulihat ada mobil Oom di garasi. Apa Oom Ton tidak ke kantor ini hari ? Atau jangan-jangan Oom tahu jika saya ..
Ah, jangan berpikir demikian. Dua hari paling akhir ini sikap Oom kepadaku tidak ada pergantian apa-apa. Sikap Tante wajar-wajar saja. Malah saya yang belingsatan. Pikirkan. Tiap hari bertemu Tante. Saya tetap memikirkan “dalam”-nya, walaupun baju Tante tertutup rapat. Lalu, teringat, saya pernah menjamah badan itu, serta terangsang .

Sepanjang dua ini hari saya benar-benar tersiksa. Kelihatan paha Tante yang sedikit terungkap saja, saya langsung “naik”. Ooh..! Saya ingin lagiiiiii.
Siang hari ini saya makan sendirian. Kamar Tante tertutup rapat. Oom tentu berada di dalam, mobilnya ada. Tante tentu saja. Mungkin mereka sedang …? Siang-siang ? Agar saja, toh suami-isteri. Sesaat ada rasa tidak nyaman. Tanteku sedang ditiduri suaminya…! Saya iri! Memangnya kamu siapa ?

Barusan saya usai melahap sendok paling akhir makananku, selanjutnya mengusung gelas, saat mendadak pintu kamar terbuka, Tante keluar, kenakan pakaian tidur. Saya terkesima. Tanganku yang sedang menggenggam gelas berhenti, belum minum, kagum oleh Tante dengan pakaian tidurnya. Terlihat dia baru bangun tidur, melihatku.
“Sudah pulang, To”
“Udah dari barusan Tante”

Dia tutup pintu kamarnya kembali lalu mendekatiku, serta mendadak mencium pipiku erat, lenganku rasakan lembutnya suatu hal yang mengisyaratkan Tante tidak menggunakan kutang.
Nyaris saya menumpahkan air minum sebab terkejut.
“Ada berita bahagia.”katanya berbisik. Sebelum saya berreaksi atas laganya itu, Tante telah bergerak ke belakang meninggalkanku.
Saya jadi ingin tahu. Ingin tahu pada benda lembut yang menekan lenganku barusan, dan pada berita bahagia apa ?

Saat Dia balik lagi, saya berdiri untuk memberi kepuasan rasa ingin tahu barusan.
Tante tempelkan telunjuknya ke mulut sekalian matanya melirik ke kamar. Saya pahami isyarat ini. Jangan ganggu, ada suaminya.
Sejam selanjutnya kulihat Oom Ton duduk di sofa ruangan tengah bersama dengan Tante. Oom Ton kenakan pakaian rapi memakai dasi, seperti akan ke kantor, sedang Tante kenakan daster pendek tidak berlengan berkancing tengah, daster kesukaanku. Kelihatan fresh, barusan mandi, mungkin.

“Tarto” Oom Ton memanggilku.
“Ya, Oom”
“Oom ingin ke Bandung, dua hari. Kamu menjaga rumah ya ?”
Ini rupanya berita bahagia itu!
“Baik, Oom, kapan Oom pergi ?”
“Sebentar , jam tiga”
Dua hari Oom tidak berada di rumah, tentu saja dua malam juga. Dua malam saya jaga rumah, bersama dengan Tante.

Dua malam bersama dengan Tante ? Bukan main!. Eit, jangan mengharap dahulu, ya. ‘Kan barusan Dia katakan berita bahagia ?
Kok kamu meyakini berita gembiranya Tante ialah sebab Oom ke Bandung ? Jangan sok tentu ya!
Saya melirik Tante, Dia biasa saja.
Pak Dadan hadir bawa tas di bahunya, masuk garasi hidupkan mesin mobil.
“Papa pergi ya, Ma”
“Ya, Pa, berhati-hati di jalan, ya ?”
“Mama berhati-hati di rumah”
Oom mencium pipi Tante, lalu menciumi Si Luki.
“Jaga baik-baik, ya To”
“Ya, Oom”

Seisi rumah mengantarkan Oom sampai depan pintu pagar, melambai-lambai sampai mobilnya berbelok ke jalan Tebet Timur Raya.
Semua masuk ke rumah kembali. Hatiku bersorak. Dadaku penuh mengharap serta kepalaku penuh gagasan.
Luki dibawa pengasuhnya ke rumah samping. Mbak melanjutkan kerjaannya di belakang. Aman. Tinggal saya serta Tante. Kuberanikan diriku. Kupeluk Tante dari belakang. Benar ‘kan, Tante tidak menggunakan kutang. Wah, telah lama sekali saya tidak menyentuhnya.
Tante sedikit terkejut, lalu kembali membalas pelukanku. Hanya sesaat, melepas diri.

“Sabar, dong To”
“Tante …” Serak suaraku.
“Nanti malam saja ” 
Aha, gagasan di kepalaku dapat terwujud malam hari ini.
Kami duduk berdampingan di sofa, sedikit memiliki jarak. Saya tonton TV, Tante membaca.
Saya tidak tahan , penisku telah tegang dari barusan. Saat ini baru jam 1/2 empat sore. Berapakah jam saya harus menanti ? Oh, lama sekali.
Tante, tolonglah saya. Saya tidak mampu menanti.
Kulihat seputar memberikan keyakinan kondisi. Luki masih sama si Tinah di tetangga. Mbak Mar menyetrika di belakang. Aman!

Kupegang tangan Tante yang sedang berada di pahanya. Dengan ini saya dapat meremas-remas tangannya sekalian rasakan lembutnya paha. Dia kadang-kadang membalas remasanku, masih membaca.
Ditariknya tangannya untuk buka halaman buku bacaannya, tanganku “tertinggal” di pahanya. Peluang.
Kuusap lembut pahanya. Paha itu masih seperti yang tempo hari, padat, kenyal, halus, berbulu lembut. Tetap membaca.

Saya semakin berani, tanganku bergerak ke atas menyelinap dasternya. Kuusap celana dalamnya. Nafasnya mulai terdengar bertambah “volume”nya.
Diletakkannya buku itu sekalian menghela nafas panjang.
“To., kamu engga sabaran, ya ?” tuturnya sekalian menggenggam tanganku dibawah sana.
“Maafkan saya Tante, saya.. saya ..engga kuat Tante, saya ingin , Tante” Kataku terputus-putus meredam birahi yang menekan. Kelaminku menekan.
“Masih sore, To”

“Tolonglah., Tante, saya memikirkan terus tiap ..hari” kataku 1/2 meminta. Saya meyakini Tantepun sebetulnya sudah terangsang, kelihatan dari nafasnya serta saya rasakan basah di celananya. Saya telah tiba pada titik yang tidak mungkin surut kembali. Kondisi seputar aman. Jadi, apalagi tidak hanya bersambung ?
“Saya minta, Tante” sekarang saya benar-benar meminta.
Ditariknya tanganku dari paha, lalu dituntun ke dadanya. Permohonanku diterima.
Kuremas buah dada itu yang cuma tertutupi selembar kain daster.
“Eeeeeeehhh” desahnya.

Tiga hari kemarin, waktu saya pertama-tama meniduri Tante (memang baru pertama-tama saya terkait seks), saya belum nikmati buah dada ini. Saat itu kami sama-sama sudah terangsang setelah saya memijatnya. Saya baru sempat meremasnya, itu juga di balik kutang. Lalu saat kutangnya telah terbuka, Tante telah keburu membimbing kelaminku memasukinya.
Sekaranglah peluang untuk nikmati dada itu.
Kubuka kancing dasternya, satu, dua, tiga.
Dada itu mempesona.

Putih, besar, mencolok, bundar, bergerak maju mundur selaras nafasnya, putingnya kecil cukup panjang tegak lurus ke depan berwarna merah jambu.
Saya berlutut di depannya, kusingkirkan daster itu, kucium belahan dadanya yang seperti parit kecil antara dua bukit.
Halusnya buah itu bisa kurasakan di ke-2 iris pipiku.
Mulutku bergerak ke kiri, ke dada sisi atas, terus turun, kutelusuri permukaan bukit halus itu dengan bibir serta lidahku. Sesaat tangan kananku mengusapi buah kirinya. Mengagumkan, kulit itu haluuus sekali! Tangannya mengusap-usap belakang kepalaku. Penelusuranku selesai di puncaknya. Kumasukkan putting itu kemulutku, kukemot.

“Aaaaaaaahhh” lenguhnya pelan sekali.
Tangannya menekan kepalaku.
Kukemot lagi, kuhisap, kupermainkan dengan lidahku, putting itu mengeras. Puting satunya lagi juga mengeras, terasa di antara telunjuk dan ibujari tangan kananku.
Ada kesamaan gerak antara mulut dan tangan kananku. Kalau mulutku mengulum puting, jari-jariku memilin puting sebelahnya. Bila bibir dan lidahku merambahi seluruh permukaan buah yang sangat halus itu, telapak tanganku merambah pula. Seluruh permukaan dada itu demikian halus, sehingga ada sedikit yang tak halus di sebelah puting agak ke bawah menarik perhatianku.
Kulepaskan muluku dari dadanya, ingin memeriksa. Di sebelah puting dada kiri Tante ada bercak merah. Kuperhatikan dan kuraba. Seperti bekas gigitan. Oh. Aku ingat tadi siang waktu makan. Ini pasti “hasil kerja” Oom Ton di kamar yang terkunci tadi..

Akupun ingin. Betapa enaknya menggigit buah kenyal ini.
Dada kanan bagianku. Kucium puting itu kembali, geser sedikit, aku mulai menggigit.
Tiba-tiba Tante mendorong kepalaku.
“Jangan, To. Kamu..mikir, dong” katanya sambil terengah-engah.
Ah, bodohnya aku. Kalau kugigit tentu nanti berbekas, jelas pemilik sahnya, Oom Ton, akan curiga!

“Maafkan saya Tante, habis gemas sih.”
“Yahhh.engga apa-apa. Kamu harus ingat, ini rahasia kita saja”
Dipegangnya dadanya sendiri lalu disodorkannya ke mulutku. Gantian, sekarang dada kiri dengan mulutku, yang kanan dengan tangan kiriku….
Sudah saatnya untuk pindah ke kamar.

Aku bangkit berdiri. Tante masih tergolek duduk. Kancing tengah dasternya sudah semuanya terlepas, menyibak kesamping, tinggal celana dalamnya saja. Dada itu rasanya makin besar saja.
Kutarik kedua tangan Tante, tapi ia melepaskannya. Dibukanya gesperku, lalu kancing celanaku, dan ditariknya resleting dan celana dalamku. Penisku yang tegang itu keluar dengan gagahnya persis di depan mukanya.

“Uuuuuuuuuhhhh” Tante melenguh pelan memegang kelaminku, dielusnya.
“Kok besar sekali sih To, punyamu ini”
Kuraih badannya, kubimbing ia ke kamarku sambil masih memegang senjataku, tertatih-tatih kami berdua.
Kukunci pintu kamarku, kurebahkan Tante perlahan di dipanku, kulucuti pakaianku, dengan bertelanjang bulat kudekati Tante.

Dengan perlahan kupelorotkan celana merah jambu itu. Kembali aku bertemu dengan rambut halus hitam mengkilat itu. Ada cairan bening di sana. Kutindih tubuhnya lalu kakinya menjepit tubuhku. Kamipun berciuman, saling menggigit lidah. Lalu akupun tak tahan lagi.
Aku bangkit. Kubuka kakinya lebar. Lubang sempit itu terbuka sedikit, merah. Sekarang aku tak perlu dituntun lagi. Aku sudah tahu. Kutempelkan kepala penisku ke lubang sempit itu, lalu kudorong hati-hati.

“Aaaaaaaaaaahhhhh, To, sedaaaaaap”
Kepalanya sudah masuk. Nikmaaaaaaaaaat!
Aku heran, lubang sesempit itu bisa “menelan” kepala penis besarku. Kenapa kupikirkan ? Yang penting enak.
Sambil memegangi kedua belah dadanya, aku mendorong lagi. Enak-enak geli atau geli-geli enak. Entah mana yang benar. Kudorong lagi, Aaah lagi, enak lagi, geli lagi.
Lagi kudorong, sampai habis, sampai mentok.

“Idiiiiiiiiiiiiih, Toooo, enak sekali”
Nyaman, sudah didalam seluruhnya.
Pinggul Tante mulai berputar. Aku tahu tugasku, menarik dan mendorong. Mulut Tante mengeluarkan bunyi-bunyian setiap aku mendorong. Melenguh, mendesah, kadang menjerit kecil, atau kata-kata yang tak bermakna.
Kejadian tiga hari lalu berulang. Baru beberapa kali “tusuk” aku sudah merasakan geli luar biasa. Nampaknya aku tak mampu menahan lagi. Ah, kenapa begini ? Aku tak bisa tahan lama. Aku cemas jangan-jangan Tante nanti kecewa lagi. Tapi bagaimana lagi, aku sudah hampir tiba di puncak.

Aku coba berhenti bergerak sambil menahan agar jangan sampai keluar dulu, persis kalau aku menahan kencing. Tapi begitu aku diam, pantat Tante langsung berputar. Seluruh bagian tubuh yang di dalam sana memeras-meras kelaminku. Oh, aku tak akan berhasil menahan diri. Langsung saja aku bergerak lagi, makin cepat malah. Ocehan Tantepun makin ngawur.
Aku jadi cepat, makin cepat dan semakin cepat, lalu ……. badanku bergetar hebat, mengejang, berulang, memuntahkan, mengejang lagi, muntah lagi…
Tante berhenti berputar, lalu menjepit kakiku, menerima pelepasanku.
Rasanya aku mengeluarkan banyak sekali
Lalu akupun ambruk di atas tubuh Tante.

Aku selesai. Selesai menggetar, selesai mengejang, selesai melepas, selesai semuanya. Tanteku selesai terpaksa. Aku yakin ia kecewa lagi.
“Tante, gimana Tante, saya engga bisa menahan lagi …”
“Hmmm, To”
“Maafkan lagi saya, Tante. Saya gagal”
“Sudahlah, To”
“Saya hanya memuaskan diri sendiri”
“Tante bilang sudahlah, kamu lumayan tadi”
“Lumayan gimana Tante ?”

“Ada kemajuan dibanding yang lalu. Tante merasa enak, tadi”
“Tante bohong! Tante cuma menghibur saya”
“Benar, To. Memang Tante merasa belum “tuntas”, tapi kocokanmu tadi bisa Tante nikmati”. Aku agak tenteram.
“Ini karena kamu belum biasa, To. Tante yakin, lama-lama kamu akan mampu. Barangmu kerasnya luar biasa”
“Gimana caranya supaya saya bisa lama, Tante ?’
“Nanti kamu akan tahu sendiri”
“Ajarin saya ya, Tante”

Tante tak menjawab. Akupun berdiam diri. Lama kami berdua membisu.
Tante melihat jam, pukul empat sore, lalu bangkit mencari-cari pakaiannya yang berserakan.
“Tante mandi dulu, ya ?”
Aku membantunya berpakaian.
Merapikan karet celana dalamnya, mengkaitkan kutangnya, mengancingkan dasternya. Ada sesuatu yang lain kurasakan. Aku merasa demikian “mesra” membantunya berpakaian. Aku serasa membantu isteriku!
Ya, barusan aku merasa meniduri isteriku.
Kupeluk Tante erat sekali, agak lama. Lalu kucium pipinya dalam-dalam.

“Tante”
“Apa, To ?”
“Tarto sayang Tante” kataku tiba-tiba.
Dipandangnya mataku lurus-lurus.
“Apa maksudmu To”
“Engga tahu Tante, pokoknya saya sayang sama Tante. Tante jangan kapok, ya ? Tarto ingin kita terus begini”
“Oh, itu maksudmu. Asal kamu bisa jaga rahasia”
“Bisa, Tante”
“Juga harus hati-hati”
“Iya,Tante”

Tanpa kusadari, penisku bangun lagi.
“Sudah, mandi sana” Tante ke luar kamarku
Malam itu aku nonton TV sendirian. Tante ada di kamarnya, tertutup. Aku kesepian. Aku mengharapkan Tante akan ke luar dari kamar menemaniku di sini. Kemudian aku mendekatinya, lalu ciuman, raba-raba, dan …diakhiri dengan hubungan suami-isteri.
Heran aku, baru tadi sore aku dipuaskan oleh Tante di kamarku, malam ini aku ingin lagi! Aku ingin kenikmatan itu lagi. Aku tetap menunggu.
Jam 9 malam. Tante belum juga muncul.

Pukul 9.30, tidak juga.
Kemarilah Tante, aku merindukanmu.
Malam ini adalah malam pertama Oom tak ada di rumah. Ayolah Tante, ini kesempatan yang tak boleh dilewatkan.
Atau kuketuk saja pintunya, lalu aku masuk ?
Ah jangan. Itu kurang ajar, namanya.
Tubuh indah itu sendirian di kamar.

Buah dada putih itu tak ada yang mengelusnya.
Kelamin berambut halus itu tak ada yang memasukinya malam ini.
Kenapa engkau tidak ke luar ?
Barangkali Tante memang tidak membutuhkannya. Paling tidak malam ini.
Ya, kalau ia butuh tentunya akan mendekatiku.
Jam 10, belum ada tanda-tanda.
Aku putuskan, malam ini memang Tante tak mau diganggu. Biar sajalah. Toh besok siang, sore, atau malam masih ada kesempatan. Oom Ton menginap di Bandung dua malam. Yah, besok sajalah.

Tapi aku ingin malam ini!
Aku ingin malam ini kelaminku masuk dan kemudian mengeluarkan cairan dengan nikmat!
Kemudian aku mengeluarkan penisku yang sudah tegang itu. Kata Tante punyaku ini besar. Entah benar-benar besar, aku tak tahu. Sebab aku belum pernah lihat punya orang lain.
Karena tidak ada Oom Ton, aku jadi makin berani menggoda Tanteku. Seperti waktu sarapan tadi. Aku mengelus-elus bahu dan lengan atasnya yang terbuka di meja makan. Bahkan mencium pipinya.

“Hati-hati, To”
“Ya, Tante, Kan saya lihat-lihat keadaan dulu”
“Mar ada di belakang” katanya.
“Tante”
“Ehm ?”
“Tarto sayang Tante”

“Aku udah ada yang punya, To” katanya sambil mencubit pahaku. Aku senang.
“Ya. Pokoknya saya sayang” Jangan-jangan aku jatuh cinta benar-benar sama Tanteku ini.
“Semalam Tante ke mana. Saya tunggu-tunggu”
“Ya. Tante tahu, kamu nonton TV. Kamu masuk kamar jam 10 ‘kan ? Masa’ mau terus-terusan”. Aku lega, Tante tak tahu perbuatanku semalam yang menyelinap ke kamar Mbak Mar.
“Iya dong. Mumpung ada kesempatan. Sekarang juga saya mau” kataku nakal.
“Gila, kamu To. Awas jangan sampai mengganggu sekolahmu!”
“Habis Tante betul-betul menggemaskan” Aku ngaceng lagi!

“Udah ah, berangkat sana, nanti telat”
“Tapi nanti lagi ya Tante, janji dulu”
“Lihat dulu nanti”
Bagaimana tidak mengganggu sekolah, seharian aku ingat Tante terus. Membayangkan apa yang akan kuperbuat nanti bersama Tante.



0 komentar: